Tentang 2017

Butuh berkali-kali napas panjang untuk memulai menulis tentang 2017. Let’s start!
2017 merupakan tahun yang lumayan penuh tantangan. Butuh banyak waktu yang dikorbankan, butuh banyak pertimbangan dari berbagai kalangan, butuh banyak pemikiran untuk menentukan langkah apa yang akan ditempuh demi masa depan. 2017 adalah tahun peralihan. Dari yang awalnya berstatus siswa menjadi mahasiswa. Dari yang awalnya taken menjadi single, enggak sih, ini bohong hehe. Dari yang awalnya anak rumahan jadi anak perantauan.

10 hari terakhir di 2017 ku habiskan dengan liburan tipis-tipis di kampung halaman setelah lebih dari tiga bulan berkutat dengan perkuliahan di tanah perantauan kota metropolitan bernama Jakarta.  Di post sebelumnya aku sudah pernah bercerita tentang ini. Kalau mau baca lagi boleh di TentangPerjalanan. Okay, di post ini akan lebih membahas tentang hal lain di 2017.

Selama berada di kampung halaman, tak otomatis kegiatan akan jadi kosong. Kumpul bareng temen-temen seolah jadi agenda bergiliran. Hari sini dengan si A, B, C di tempat D, besok dengan si F, G, H di tempat I, hehe, maklum, kebanyakan kegiatan sih waktu SMA. Kami berkumpul dengan membawa cerita-cerita baru. Ada yang cerita tentang perkuliahan, ada yang cerita tentang gebetan yang tak kunjung jadi pacar, ada cerita tentang yang baru masuk udah jadian, ada cerita tentang susahnya jadi anak rantau yang rindu rumah, sampai perang harga makanan di tanah perantauan pun tak luput jadi bahan pembicaraan. Dahulu kita tergabung di kelas yang sama, sehingga saling tau apa yang terjadi di sekitar kita. Sekarang kita memijak tanah di kota yang berbeda, wajar kalau pertemuan sederhana ini jadi obat kerinduan. Disini pula kami saling memotivasi agar yang di PTN tetap semangat kuliah, yang di PTK semangat menjalani tahun-tahun pertama, dan yang gap year tetap semangat mengejar kampus impiannya lewat SBMPTN tahun berikutnya.

2017 memberikan cukup banyak pelajaran hidup. Bagaimana mempertimbangkan suatu hal, bagaimana memprediksi apa yang kita dapat dari langkah yang kita ambil, bagaimana menentukan pilihan, dan bagaimana mennjalani resiko dari pilihan yang kita ambil. Tidak sesederhana frasa yang baru kalian baca, cukup menguras tenaga dan pikiran tentunya. Di tahun 2017 pula aku mendapat banyak petuah dan nasihat tentang kehidupan, bertemu dengan orang-orang hebat, dan menemukan teman-teman yang saling menguatkan. Berawal dari sebuah ketidaksengajaan didera padatnya materi UTS, aku menemukan teman-teman baru yang bisa diajak berbagi, di luar teman-teman sekelas tentunya. Aku menemukan dia yang mampu melunak lewat sajak, aku menemukan mereka yang tak henti mengingatkan tentang bagaimana menjadi umat yang baik, aku menemukan dirinya yang mengajarkanku tentang bagaimana mensyukuri apa yang kita miliki.

Terakhir tentang 2017. Aku mengawali 2017 dengan memperbaiki hubunganku dengan masa lalu, sampai pada akhirnya hubungan itu berlalu tanpa meninggalkan jejak apapun, sampai sekarang. 2017 dan teman-temanku mengingatkan tentang satu hal yang mungkin masih sulit untuk ku lakukan tentangnya, sampai perlahan aku menyadari bahwa memang ini waktunya. Keikhlasan. Ikhlas bahwa kita pernah bersama untuk waktu yang lama, ikhlas atas segala tawa dan air mata yang pernah tercipta, ikhlas bahwa cerita kita usai sampai disini. Menutup tahun 2017, aku memutar kembali film Rudy Habibie dan itu menyadarkanku bahwa sudah saatnya semua berlalu. Nyatanya aku lebih mencintai diriku daripada kisah kita, pun kamu yang lebih mencintai masa depanmu di atas aku, selebihnya kita berusaha membakar kenangan agar menjadi setumpuk abu yang siap mengikuti kemana angin membawanya pergi. Saat aku bertanya bagaimana jika aku bertemu masa lalu, salah satu temanku bilang biarlah bertemu, cukup bertegur sapa sebagai tanda kau sudah tidak apa-apa, yang penting jangan galau sesudahnya. Ya, aku hanya sanggup mengenangmu sampai tahun 2017.


Jam menunjukkan pukul 12.19 WIB ketika ular besi bernama Matarmaja berhenti di stasiun Jatinegara. Untuk pertama kalinya, aku memulai tahunku di kota orang bernama Jakarta. Bersahabatlah denganku, 2018. Aku telah meninggalkan segala luka di kampung halaman, menguburnya di bawah tumpukan kenangan yang ku harap dapat memberi kekuatan. Terimakasih atas segala pahit manis di 2017, semoga kamu juga memberi kenangan yang tak terlupa untuk setiap orang di luar sana.

Komentar

Postingan Populer